Biografi KH. Yahya Cholil Staquf

52

menjadi bagian penting dari berbagai aliansi tersebut.

Namun, pada 1996, setelah melihat Megawati Soekarno

Putri mendapat tekanan luar biasa dari pemerintah, Gus

Dur sempat merapat kembali dengan kekuasaan dan

bertemu dengan Soeharto dan saat bersama masih terbuka

dengan kemungkinan reformasi politik.

Satu tahun kemudian, 1997, krisis keuangan semakin

menampakkan

tanda-tanda.

Situasi

ini

membuat

kekuasaan Orde Baru semakin melemah. Kelompok yang

menggulirkan reformasi semakin percaya diri. Gerakan

mereka semakin garang dan memuncak pada 1998. Gus

Dur yang saat itu dalam keadaan sakit menyaksikan

meningkatnya eskalasi protes dari mahasiswa setelah

terbunuhnya sejumlah mahasiswa. Pada bulan itu juga,

tepatnya pada 19 Mei 1998, sembilan tokoh terkemuka,

termasuk Gus Dur, mendesak dilaksanakannya reformasi.

Soeharto mengelak dengan menawarkan ide tentang Komite

Reformasi, namun kesembilan tokoh tersebut menolak

terlibat di dalamnya. Puncaknya adalah pengunduran diri

Soeharto pada 21 Mei 1998 (Barton, 2007).

Reformasi 1998 menjadi momentum penting bagi

kedekatan Gus Yahya dengan Gus Dur. Karena adanya

kebutuhan politik baru yang ingin dimainkan oleh NU,

Gus Yahya menjadi bagian penting dari proses tersebut

dan menjadi momentum penting baginya untuk hijrah ke

Jakarta. Sebelumnya Gus Dur sudah pernah menawarkan

agar Gus Yahya ikut serta dengannya ke Jakarta, namun

waktu itu ayahnya lebih memilih untuk memboyong Gus

Yahya ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan belajar

dengan para ulama besar di sana.